Breaking News

Ketua Bhayangkari Lombok Utara Soroti Krisis Literasi: “Tiga dari Seratus Anak Suka Membaca, Ini Darurat”

Krisis literasi kembali menjadi perhatian serius di Kabupaten Lombok Utara. Ketua Bhayangkari Canang setempat, Ny. Heny Fitriani, mengungkapkan keprihatinannya terhadap minimnya minat baca masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dalam sebuah pernyataan yang tegas dan reflektif, ia menyebut hanya 3 dari 100 anak yang menunjukkan ketertarikan membaca.
ErakiniNews | Lombok Utara – Krisis literasi kembali menjadi perhatian serius di Kabupaten Lombok Utara. Ketua Bhayangkari Canang setempat, Ny. Heny Fitriani, mengungkapkan keprihatinannya terhadap minimnya minat baca masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dalam sebuah pernyataan yang tegas dan reflektif, ia menyebut hanya 3 dari 100 anak yang menunjukkan ketertarikan membaca.

“Ini sangat memprihatinkan. Jika kita tidak segera ambil langkah, kita akan kehilangan satu generasi pembelajar,” ujarnya dalam acara bedah buku karyanya di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Lombok Utara, Senin (21/4/2025), bertepatan dengan peringatan Hari Kartini dan HUT ke-54 Yayasan Kemala Bhayangkari.

Heny bukan hanya sekadar penggerak organisasi wanita. Ia juga dikenal sebagai akademisi produktif dengan sembilan gelar akademik dan telah menulis 12 buku sejak 2018, mencakup tema manajemen, kewirausahaan, hingga pemasaran digital. Lima buku baru sedang dalam proses, termasuk satu buku yang mengangkat potensi pariwisata Lombok Utara.

Seluruh buku karyanya telah ia sumbangkan ke perpustakaan daerah dan tersedia pula secara daring melalui platform Perpusnas.go.id. Sumbangsih ini, kata Heny, merupakan bentuk dedikasi pribadi dalam memperkuat ekosistem literasi lokal yang selama ini masih rapuh.

Namun, Heny menekankan bahwa upaya formal seperti sosialisasi dan kegiatan bedah buku tidak cukup. “Literasi harus dimulai dari rumah. Kalau orang tua larut dalam layar ponsel setiap waktu, dari mana anak-anak belajar mencintai buku?” katanya.

Dalam paparannya, ia memperkenalkan konsep fair act—suatu pola hidup yang menyeimbangkan antara konsumsi digital dan waktu untuk membaca. Menurutnya, prinsip sederhana seperti membagi waktu secara proporsional antara membaca dan aktivitas digital bisa menjadi solusi awal.

“Jika anak diperbolehkan menonton lima menit, berikan juga lima menit untuk membaca. Kalau bisa scroll media sosial 30 menit, sempatkan juga 30 menit untuk buku. Itulah bentuk keadilan terhadap kesehatan pikiran,” ujarnya.

Selain menambah wawasan, Heny menegaskan bahwa membaca memiliki manfaat fisiologis yang nyata. Ia menyebut kegiatan membaca mampu meningkatkan metabolisme otak, memperkuat daya ingat, bahkan mencegah penurunan fungsi kognitif di usia lanjut.

“Membaca tidak perlu dimulai dari hal besar. Cukup dua atau tiga halaman setiap hari, di sela rutinitas harian. Yang terpenting adalah membangun konsistensi,” pesannya. (*)

E_01

0 Komentar

Type and hit Enter to search

Close