ErakiniNews | Lombok Timur, NTB - Investor yang terlibat dalam pengembangan wisata bahari PT. ESL tengah menghadapi kekecewaan akibat lambatnya realisasi proyek ekowisata yang telah direncanakan sejak tahun 2011. Proyek ini merupakan bagian integral dari rencana pengembangan ekowisata di wilayah Tanjung Ringgit, Nusa Tenggara Barat, yang kini terancam tidak mencapai target yang telah ditetapkan.
Sejak awal, PT. ESL telah menjalin sejumlah kesepakatan dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mewujudkan kawasan ekowisata berkualitas tinggi ini. Dengan potensi alam yang melimpah, Tanjung Ringgit diharapkan menjadi destinasi unggulan yang tidak hanya menarik wisatawan domestik tetapi juga mancanegara.
Namun, hingga kini, realisasi proyek tersebut masih menemui berbagai kendala teknis dan administratif. Investor mulai merasakan dampak dari keterlambatan ini, karena minimnya perkembangan berarti hilangnya peluang dalam menarik lebih banyak pengunjung serta pengembangan ekonomi lokal yang diharapkan.
Sejumlah investor yang ditemui di lokasi mengungkapkan kekecewaannya. Mereka berharap pemerintah daerah dan PT. ESL dapat segera menyelesaikan masalah yang ada, agar rencana pengembangan ekowisata ini tidak hanya menjadi impian belaka. "Kami sudah menunggu cukup lama, lebih dari 10 tahun mengurus perijinan dan kami percaya akan potensi luar biasa yang dimiliki Tanjung Ringgit. Namun, tanpa langkah konkret, semua ini akan sia-sia," ungkap John Higson salah satu investor asal Swedia yg juga CEO PT. ESL.
Para pihak terkait sudah diimbau untuk segera melakukan evaluasi dan mencari solusi yang tepat agar pengembangan wisata bahari ini dapat kembali ke jalur yang seharusnya. Menurut mereka, waktu adalah kunci untuk memastikan Tanjung Ringgit tidak kehilangan daya tariknya sebagai salah satu destinasi ekowisata terbaik di NTB.
Dengan harapan bahwa kesepakatan yang telah ada dapat segera terealisasi, masyarakat lokal pun menantikan dampak positif dari pengembangan ini, baik dari segi kepariwisataan maupun perekonomian daerah. Jika tidak segera ditangani, kekhawatiran tentang potensi yang hilang akan terus membayangi masa depan ekowisata di Tanjung Ringgit. Lebih lanjut Ekadana selaku pengacara dari PT. ESL juga menyayangkan aksi sejumlah pihak yang terlibat menggagalkan terealisasinya rencana tersebut. Terdapat beberapa kegiatan yang merusak ekosistem pesisir dan laut yang akan berdampak besar pada kerusakan lingkungan di wilayah tersebut.
Lebih lanjut Menurut Ekadana, kasus seperti ini akan memberikan image yang buruk terhadap pengembangan investor asing ke Indonesia, dan berdasarkan hasil komunikasinya dengan Gumi Paer yang merupakan lembaga masyarakat adat di Tanjung Ringgit akan melaporkan kasus ini ke KPK karena terdapat sinyalemen kuat beberapa pihak telah mendapatkan gratifikasi sehingga beberapa pihak berani menguasai lahan yang telah kliennya beli dan mengantongi izin pembangunan dan pengembangan, yang diduga berasal dari manisnya pengembangan usaha budidaya mutiara.
(Ria)
0 Komentar