ErakiniNews | Mataram - Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan I Wayan Agus Suartama (21), seorang penyandang disabilitas tanpa kedua lengan, sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswi. Penetapan tersangka ini berdasarkan Pasal 6C Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) terkait pelecehan seksual fisik.
Berawal dari laporan korban pada 7 Oktober, yang dilanjutkan dengan penyelidikan mendalam, pemeriksaan bukti, dan keterangan saksi ahli. Polda NTB juga memastikan Agus mendapat pendampingan hukum dari Komisi Disabilitas Daerah (KDD) untuk memenuhi haknya sebagai penyandang disabilitas.
Peristiwa bermula saat korban yang sedang membuat konten di Teras Udayana dihampiri oleh Agus. Agus mengajak korban berbicara, kemudian menggiringnya ke lokasi sepi. Di tempat tersebut, Agus mengancam akan membuka aib korban kepada orang tuanya. Dengan dalih membersihkan dosa, pelaku mengarahkan korban ke sebuah homestay.
Direskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayatullah, menjelaskan bahwa korban berada di bawah ancaman sehingga menuruti perintah pelaku.
"Kamu berdosa dan harus mandi dan dibersihkan, kalau kamu tidak mau aib kamu akan saya buka dan saya sampaikan ke orang tua kamu,"ungkap Direskrimum. Saat memperagakan percakapan Agus untuk mengancam korban. Senin (2/12).
"Didalam kamarpun (Homestay) korban masih menolak. Yang membuka baju pelaku adalah korban karena diperintah oleh Agus, korban menggunakan rok dan legging yang kemudian dibuka Agus menggunakan jari kaki," lanjut Direskrimum.
Agus kemudian mengintimidasi untuk mencegah korban berteriak. "Kalau kamu teriak orang yang diluar akan mendengar dan akan dinikahkan," tambah Direskrimum.
Setelah aktivitas di (Homestay) tersebut, Korban kemudian berhasil menghubungi temannya dan mengajak Agus kembali ke Islamic Center untuk mencari perlindungan. Sementara itu berkeliling dua kali sambil menelpon temannya dan mengulur waktu menunggu kedatangan temannya.
Dugaan Korban Lain
Pendamping hukum korban, Andre Safutra, mengungkap bahwa hingga kini terdapat empat korban yang melaporkan tindakan serupa oleh Agus, dengan waktu kejadian pada 28 September, 1 Oktober, dan 7 Oktober. Selain itu, setelah kasus ini viral, KDD menerima laporan tambahan dari tiga anak-anak sebagai korban baru.
Ketua KDD, Joko Jumadi, menyatakan pihaknya telah memberikan pendampingan kepada Agus sejak awal dan akan berlanjut hingga proses pengadilan. KDD juga merekomendasikan agar Agus dikenakan penahanan rumah, mengingat keterbatasan fasilitas tahanan untuk penyandang disabilitas.
Saat ini, Agus menjalani penahanan rumah karena kooperatif dalam proses hukum. Selain itu, Joko Jumadi menegaskan bahwa disabilitas tidak menghilangkan kedudukan seseorang di mata hukum. Setelah menghitung kualitatif Agus memiliki kemampuan aktivitas harian yang normal, termasuk mengendarai motor, menyelam, dan bermain musik.
"Kemungkinan jumlah korban masih akan bertambah, hal ini akan kami dalami," kata Joko.
Sementara itu, laporan pencemaran nama baik terhadap korban (ITE) dihentikan sementara mengingat Agus sedang menjalani proses hukum berdasarkan UU TPKS.
Ketua HIMPSI NTB, Lalu Yulhaidir, menjelaskan bahwa perkembangan psikososial penyandang disabilitas sebanding dengan individu tanpa disabilitas. Dalam kasus Agus, tidak menutup kemungkinan pelaku melakukan manipulasi emosi untuk memposisikan korban dalam kondisi tertekan. Fenomena ini dikenal sebagai (Triangle drama).
(Sarah)
0 Komentar