Abdul Hatab (Dewan Pimpinan Pusat Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (DPP FPPK-PS). |
ErakiniNews | Mataram - Aktivis Abdul Hatab mendatangi Mapolda NTB guna melaporkan oknum pejabat BPN Sumbawa yang diduga sebagai mafia tanah serta indikasi sindikat yang melakukan persekongkolan jahat, konspirasi dengan oknum majelis hakim PN Sumbawa dan pihak penggugat Ali BD. Adapun obyek sengketa yang di laporkan merupakan obyek yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta dkk sejak tahun 1995 sampai saat ini di kawasan Samota, Kelurahan Brang Biji, Kabupaten Sumbawa. Namun dikemudian diklaim oleh Ali BD dengan SHM 507.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (DPP FPPK-PS) Abdul Hatab mengatakan bahwa, menduga ada konspirasi atau persekongkolan jahat yang dilakukan oleh sejumlah oknum Pejabat BPN Sumbawa. Sehingga hak rakyat ingin dirampas dengan cara keji melalui tangan-tangan oknum pejabat BPN Sumbawa.
"Hari ini saya masukkan laporan dugaan mafia tanah oknum pejabat BPN Sumbawa, dan langsung di terima oleh petugas satgas mafia tanah di Ditreskrimum Polda NTB," ujar Abdul Hatab ketua DPP FPPK-PS usai memasukan laporan Sabtu 30 November 2024.
Hatab meminta kepada satgas mafia tanah untuk mengusut tuntas dan memanggil para aktor-aktor yang terlibat dalam pencoretan SHM milik Sri Marjuni Gaeta dkk.
Sebelumnya Hatab telah memasukan laporan ke Kejagung dan Kementerian ATR/BPN di Jakarta untuk meminta segera turun ke lokasi obyek yang saat ini menjadi sengketa dan memanggil serta memeriksa para oknum yang di duga menjadi mafia tanah di BPN Sumbawa.
"Sangat diatensi Kejagung RI bagian Satgas mafia tanah dan akan segera turun dalam waktu dekat, berkoordinasi dengan Polda, Kanwil BPN NTB untuk menindaklanjuti laporan yang sudah masuk," terangnya.
Lanjut Hatab, sebelum melaporkan hal tersebut, seorang oknum pejabat dari BPN Sumbawa inisial S menemuinya di kediamannya dan menyampaikan bahwa, tidak pernah melakukan pencoretan SHM milik Sri Marjuni Gaeta dkk. Karena menurut oknum pejabat BPN tersebut, tidak memiliki kewenangan untuk mencoretnya. Melainkan kewenangan seorang pimpinan atau kepala BPN yang saat itu menjabat.
Oknum pejabat BPN Sumbawa tersebut menyebutkan, yang mengatakan satu hamparan dari atas ke bawah tersebut bukan dirinya, melainkan petugas ukur dari BPN Sumbawa yang bertugas pada tahun 2012 yakitu inisial JMW, R, LS dan Kepala Seksi III BPN Sumbawa yang saat ini bertugas di BPN Lombok Tengah.
Ia menegaskan hanya meneruskan apa yang menjadi temuan daripada para senior petugas ukur tahun 2012 antara tanah milik Penko Widjaja dengan Ali BD. Dirinya selama ini menjadi kambing hitam di BPN Sumbawa atas semua sengketa tanah yang saat ini bermaslah.
"Saya tidak mengetahui siapa yang mengurus balik nama sertifikat yang diajukan oleh Sri Marjuni Gaeta dan siapa yang menerima uangnya. Karena saya hanya sebagai pejabat meneruskan dari pekerjaan para senior yang terdahulu," ujar Hatab mengutip pernyataan oknum pejabat BPN Sumbawa itu.
Dalam sertifikat tersebut catatan tertulis BPN Sumbawa bahwa tanah yang diskusi oleh Sri Marjuni Gaeta dkk tumpang tindih (overlapping) sehingga dirinya tidak berani untuk melanjutkan proses sertifikat tersebut.
"Siapa yang membuka blokir sertifikat SHM dari obyek yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta dkk, adalah Kepala kantor BPN Sumbawa yang saat itu bertugas," sambung oknum S kepada Abdul Hatab.
Dirinya juga akan membongkar semuanya terkait kasus tanah yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta. Karena dirinya tidak merasa mencoret dan tidak memiliki kewenangan selaku staf biasa atau pegawai BPN Sumbawa yang tidak miliki jabatan. Semua kewenangan ada pada Kepala Kantor BPN Sumbawa yang saat itu di jabat oleh Subhan.
"Saya siap membongkar semuanya di kanwil BPN NTB saat Haering nanti dan membawa berkas-berkasnya," tegas Sahrul.
"Siapa yang menerima berkasnya, siapa yang menerima uangnya dan siapa yang menghubungkan dengan notaris Rifki pada saat proses balik nama sertifikat Sri Marjuni Gaeta dkk. Semuanya saya tidak tau," beber oknum S pejabat BPN Sumbawa.
Dirinya merasa difitnah atas kasus tersebut dana akan membuka serta meluruskan apa yang menjadi kemelut saat ini.
"Andaikan saya berpihak ke Ali BD, mungkin sudah dari dulu saya selsaikan tanah tersebut. Namun karena adanya catatan tumpang tindih di dalam sertifikat tersebut saya tidak memiliki kewenangan," ungkapnya.
Oknum S meminta kepada Kanwil BPN NTB pada saat Haering berikutnya untuk menghadirkan oknum atau petugas ukur rekonstruksi pengembalian batas tanah Penko Widjaja dan Ali BD tanun 2012. Kenapa demikian dirinya karena oknum-oknum tersebut merupakan petugas yang lebih tahu persoalan di lapangan saat itu.
"Saya minta hadir oknum-oknum tersebut agar masalah ini jelas dan mereka harus bertanggung jawab," pungkasnya.
E_01
0 Komentar