Oleh: Abah Muazar Habibi (Dosen FKIP Universitas Mataram, Mudirul 'Aam Pesantren Lenterahati Islamic Boarding School)
MATARAM | ErakiniNews.Com - Sebagian ada yang berpendapat bahwa wisuda itu hanya milik seorang mahasiswa yang menyelesaikan S1, S2 dan S3 dan banyak pula yang mengatakan bahwa wisuda itu hal yang sakral bagi mahasiswa dan perguruan tinggi.
Saya tidak tau paham itu dari mana sehingga menganggap bahwa wisuda adalah sebuah seremonial kelulusan Sarjana yang dianggap sakral dan hanya boleh dilakukan bagi mahasiswa yang lulus S1, S2 dan S3.
Saya sendiri selama kuliah, hanya 1 kali ikut wisuda yaitu saat S1 karena memang bersamaan dengan sang istri sayang @dina dan karena harus melepas masa menjadi seorang aktivis kampus.
Selanjutnya yaitu S2 pertama di Luar Negeri dan S2 ke dua di Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung jurusan PAUD, bahkan saat S3, harusnya bahagia-bahagianya seorang mahasiswa telah menyelesaikan pendidikan tertingginya apalagi hanya 3,8 tahun. Maka saya hanya punya 1 foto wisuda saat S1 di Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
Bukan hanya saya yang mungkin tidak menganggap bahwa wisuda sarjana adalah segala-galanya dan bukan juga hal seremonial yang disakralkan.
Maka cukup heran, saat ini banyak bermunculan kritik terhadap wisuda yang di lakukan mulai TK-SD-SMP-SMA dihampir seluruh Indonesia, karena menganggap bahwa wisuda itu hanya milik sarjana dan setiap sarjana *wajib ikut wisuda* karena itu kegiatan sakral dan juga pengkritik mengatakan bahwa itu kegiatan sia-sia, kegiatan pemborosan, kegiatan yang tidak ada maknanya dan kegiatan yang menyalahi kodrat wisuda sebagai bagian dari kelulusan sarjana saja dan lain sebagainya.
Tidak semuanya salah apa yang disampaikan pun bukan semuanya benar kritikan yang tidak setuju bila lulus TK-SD-SMP-SMA diwisuda.
Begini menurut pandangan saya sebagai pendidik, praktisi yang langsung mengelola lembaga pendidikan dari PAUD-SD-SMP-SMA-PESANTREN dan juga memiliki keahlian dibidang Psikologi Pendidikan. Mungkin yang mengkritik itu hanya sebatas sebagai pengamat bukan praktisi dan jika praktisi mungkin juga belum mendalami makna wisuda bagi TK-SD-SMP-SMA karena hanya melihat sisi negatifnya saja.
Wisuda di TK bukanlah sebuah keharusan untuk lembaga pendidikan. Kegiatan ini sesungguhnya hanya sebuah seremonial menandakan bahwa siswa-siswa ini telah lulus dari jenjang TK. Akan tetapi kegiatan wisuda di TK akan berpengaruh kepada perkembangan psikologis anak usia dini, walau ia belum paham apa itu wisuda, acara wisuda akan menjadi sebuah memori indah kelak jika ia besar bahkan ini adalah langkah awal memberikan motivasi agar anak terus punya hasrat untuk sekolah dan lanjut kuliah karena dibenak mereka yang masih usia dini tertanam bahwa sekolah itu membahagiakan selain itu proses pendidikan anak usia dini baik saat mulai masuk dulu di Kelompok Bermain sampai lulus TK harus memiliki makna pendidikan yang membahagiakan "happy and fun".
Lantas bagaimana dengan SD, jika masa usia dini kegiatan wisuda akan mampu menjadi memori indah dan menjadi motivasi untuk terus menempuh pendidikan sampai kuliah kelak. Tak jauh berbeda dengan di SD selain kegembiraan yang mereka dapatkan, mereka siswa SD ini berbeda dengan TK karena saat lulus TK perpisahan dengan temannya belum menjadikan mereka kehilangan. Namun untuk anak SD ketika mereka lulus, mereka merasakan kehilangan teman, sahabat dan guru-guru mereka.
Moment wisuda SD inilah salah satu cara agar mereka punya kenangan yang suatu saat akan bisa dibuka kembali di album fotonya, siapa teman SD nya, siapa sahabatnya, siapa guru-gurunya dan tentu akan terbawah sampai kelak mereka berkeluarga kemudian ini jalan untuk menyambung silaturahim saat mereka sama-sama dewasa kelak.
Terus yang SMP-SMA bagaimana? Kegiatan wisuda bagi siswa SMP-SMA ini adalah bagian dari penyelesaian tugas perkembangan, diantara mereka tentu tidak selamanya akan sama-sama pada sekolah yang sama saat masuk SMA dan tidak pada Perguruan Tinggi dan Fakultas yang sama saat kuliah.
Kegiatan wisuda bagi sisw SMP-SMA, walau tak begitu penting tetapi makna kebersamaan dan sepenanggungan akan selalu terjalin dimana mereka saat SMP-SMA sama-sama tumbuh dari anak-anak menjadi remaja dan ini justru bagi sebagian orang masa SMP-SMA tak akan bisa dilupakan. Mulai memori mengenal degub jantung berdebar saat bertemu lawan jenisnya, mulai tau rasa cinta bahkan tak jarang ada istilah cinta monyet. Maka terkenal dengannya memori putih-biru dan putih-abu-abu.
Sisi lain, siswa SMP-SMA jiwa pemberontaknya jauh lebih dahsyat dari mahasiswa, sering kali mereka berdebat, jengkel pada guru-gurunya bahkan takut pada guru yang mengajar Matematika, Fisika, Kimia (IPA) dan pelajaran lain yang dianggap sulit bagi mereka. Apalagi bagi siswa yang hidup di Pesantren yang 24 jam bersama teman-temannya, asatidz dan pengasuhnya serta tuan guru (kiyainya), perpisahan akan meninggalkan sebuah goresan kesedihan bagi mereka.
Maka wisuda SMP-SMA adalah cara untuk recovery psikologi bagi siswa yang lulus dan tentu sama dengan siswa TK dan SD ini akan menjadi moment sejarah bagi mereka bahwa mereka telah mampu menyelesaikan pendidikan yang bagi sebagian mereka adalah berat.
Agar wisuda TK-SD-SMP-SMA tetap menjadi moment yang membahagiakan, maka tidak perlu di umumkan siswa yang berpretasi, 3 besar atau 10 besar. Yang harus dilakukan adalah umumkan kepada semua yang diwisuda akan keunggulan masing-masing bila yang disebut 1 - 10 adalah unggul di bidang akademik, maka sampaikan pula siswa ke 11 sampai terakhir dengan karakter dan keunggulan yang dimiliki. Karena tidak mungkin anak tidak punya karakteristik personal dan juga keunggulan pribadi. Jika ini dilakukan, maka tak ada siswa yang kecewa dan yang ada justru kebanggaan siswa dan orangtua. Karena bagaimanapun jika anak disebut namanya dengan prestasi masing-masing maka itu adalah lecutan motivasi untuk terus berusaha lebih baik lagi, namun jika hanya sebagian yang diumumkan menjadi juara kelas dan prestasi, akhirnya orangtua pulang dengan kesedihan dan anak kecewa dengan gurunya.
Seyogyanya hal-hal ini dipahami oleh pengambilan kebijakan yaitu Kepala Dinas Pendidikan & Kebudayaan di Kabupaten dan Provinsi agar tidak begitu saja mengeluarkan himbauan bahkan larangan bagi TK-SD-SMP-SMA untuk melalukan kegiatan seremonial wisuda.
Memang sisi negatifnya juga ada mana kala kegiatan Wisuda TK-SD-SMP-SMA ini terlalu mewah dan memberatkan orangtua serta justru membuat siswa utamanya anak usia dini trauma karena dipaksa bangun pagi bahkan sebelum subuh untuk dirias dan disiapkan seperti menyiapkan pengantin baru. Hal ini tentu yang harus di hindari aspek traumatis siswa dan memberatkan orangtua dan wisuda dijadikan syarat pengambilan ijazah.
Sepanjang anak dan orangtua bahagia dengan acara wisuda ini kenapa harus dilarang atau bahkan dikritik sisi negatifnya saja? Padahal sisi positifnya jauh lebih banyak.
Bagi orangtua yang yang memiliki prinsip anti wisuda ya ngak perlu ikut wisuda asalkan mampu memberikan pemahaman kepada anak-anaknya kenapa tidak ikut wisuda dengan teman-teman lainnya.
Wisuda tingkat TK-SD-SMP-SMA itu kan sebuah perayaan sekaligus achievement buat anak yang sudah menyelesaikan pendidikan.
Ada kalanya orang tua juga sangat merindukan momen ini sebagai "starter" yg kelak anaknya bisa menempuh hingga pendidikan tinggi.
Oleh karenanya tidak perlu diperdebatkan berlarut-larut hingga ada surat Edaran Larangan dan sejenisnya dari Kepala Dinas bahkan Kepala Daerah.
Semoga tulisan ini bermanfaat, selamat wisuda anak-anakku dari TK-SD-SMP-SMA dan Perguruan Tinggi, jangan berhenti untuk terus belajar karena berhenti belajar sama dengan mematikan pikiran.
WaAllahu A'lam.
0 Komentar