Foto: Dr. Lalu Sirajul Hadi, MPd / Kepala MAN 1 Mataram |
Oleh: Lalu Sirajul Hadi
Peristiwa Isra Mi'raj merupakan fakta monumental, khususnya bagi umat Islam. Sebuah pristiwa maha penting (spektakuler) yang memiliki dimensi makna dan nilai universal. Tidak saja pada aspek spiritual transendental, tetapi juga pada dimensi sosial. Al-Maududi dan mayoritas ulama mengatakan bahwa peristiwa isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M.
Dalam berbagai pandangan, kajian dan analisis yang dilakukan oleh para ulama dan ilmuan muslim, dengan menjadikan Al-Qur'an sebagai rujukan utama, sepakat dan berkeyakinan bahwa, pristiwa Isra Mi'raj adalah sebuah kejadian yang terjadi atas kuasa dan kebesaran Allah SWT. Bagi orang-orang yang beriman, pristiwa ini adalah peneguhan eksistensi keislamannya atas "keyakinan" sekaligus sebagai sebuah bentuk "pengetahuan" tentang pengalaman perjalanan dan penemuan makna serta i'tibar atas setiap kejadian.
Perjalanan nabi Muhammad Saw, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha (Isra), kemudian dinaikkannya Rasullullah melintasi lapisan-lapisan langit pertama sampai langit ketujuh (Mi'raj) ke Sidratul Muntaha, merupakan tempat tertinggi.
Estafeta dan lintasan perjalanan yang sulit dianalisa oleh logika dan rasionalitas manusia yang terbatas. Apalagi, waktu peristiwa yang sangat singkat dan cepat, terjadi di malam hari. Sebuah bentuk perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (Insan Kamil). Sebagai mana kaum sufi juga mengistilahkan, bahwa Isra Mi'raj adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah, menuju langit yang tinggi.
Sungguh, pristiwa Isra Mi'raj tidak akan terjadi, jika tidak karena kekuasaan dan kebesaran Allah, yang Maha Mendengar maha Melihat, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surah Al Isra' Ayat 1 " Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hambaNya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda tanda (Kebesaran) Kami. Sungguh Dia Maha Mendengar, Maha Melihat"
Semua itu merupakan sebuah perjalanan sarat hikmah penuh makna. Bahwa kehidupan pada hakikatnya adalah tentang keseimbangan (equilibrium)di satu sisi, dan tentang keadilan di sisi lain. Bahwa, setiap apa yang diperbuat manusia dalam hidupnya di dunia, kelak akan mendapatkan balasannya, itu pasti.
Peristiwa Isra Mi'raj adalah peristiwa dan sekaligus momentum penting, bagi sempurnanya misi risalah yang emban Nabi Muhammad Saw, momentum di mana beliau menerima perintah menunaikan sholat. Ibadah sholat yang dilakukan oleh setiap umat Nabi Muhammad, merupakan salah bentuk kewajiban sekaligus indikator ketaqwaan dan kepatuhan diri manusia, kepada Zat yang Maha Menciptakan. Oleh sebab itu, kualitas diri seorang hamba, secara langsung juga ditentukan oleh kualitas sholatnya.
Pada dimensi dan perspektif yang lain, sholat juga memiliki makna yang linier bagi terwujudnya masyarakat sosial yang harmonis dan madanian. Hal ini, adalah makna dari efek dan pengaruh sholat, mencegah perbuatan maksiat atau sikap yang tidak baik, mengajak dan mendorong perbuatan atau aktivitas yang positif, produktif konstruktif dan menghadirkan kemanfaatan.
Ibadah sholat tidak saja terkait dengan hubungan (vertikal) antara manusia dengan Allah, tetapi juga memiliki konteks dimensional, yakni terawatnya hubungan sosial antar makhluk (horizontal). Ibadah sholat juga memberikan makna tentang hak-hak sosial. Penting dipahami secara "substantif" bahwa dimensi makna dan pengaruh sholat bagi individu yang kemudian berdampak pengaruhnya bagi masyarakat (sosial) secara luas, yakni ketika hak dan kewajiban sosial, terjaga secara simbang, dalam kerangka mencegah kemungkaran dan mendatangkan kebaikan, bagi sesama. Artinya, perintah menunaikan sholat yang didapatkan oleh Nabi Muhammad Saw dalam perjalanan Isra Mi'raj, merupakan fondasi, bagi hadir makna yang tentang kehidupan yang seimbang, dan ibadah sholat adalah mewujudkan keseimbangan itu, untuk terwujudnya eksistensi dan entitas manusia utuh dan sempurna (kaffah-kamil), baik secara kedirian maupun secara sosial, serta dapat menghadirkan kebaikan bagi peradaban.
Wallahu'alam.
0 Komentar