Breaking News

Kementerian Agama ; Resonansi Indonesia ? (Tilikan Hari Amal Bhakti Kemenag RI Ke-77)


Oleh: Dr. Lalu Sirajul Hadi, MPd

KEMENTERIAN Agama Republik Indonesia memiliki akar historis yang panjang, sarat dengan dinamika pristiwa dan makna. Dalam persepektif sejarah, Kementerian Agama lahir dari sebuah gagasan besar, cerdas dan bernas para tokoh bangsa, tentang pentingnya negara, agar memiliki perangkat yang dapat memfasilitasi kehidupan umat beragama di Indonesia, untuk terwujudnya kebaikan, kerukunan dan kedamaian beragama dan berbangsa, dalam frame Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam beberapa literatur dan sumber-sumber rujukan kerdibel (masyhur), ditemukan bahwa tokoh yang pertama kali menyampaikan gagasan dan usulan tentang pentingnya pembentukan Kementerian Agama adalah Mr. Muhammad Yamin. Gagasan dan pemikiran itu disampaikannya, dalam rapat besar BPUPKI pada tanggal 11 Juli 1945, yang kemudian disebutnya dengan istilah kementerian yang istimewa.

Melalui proses panjang, dengan pergumulan logika, dialektika pikiran dan persepktif politik antar tokoh, yang saat itu dalam proses mencari titik temu, telah menjadikan gagasan pembentukan Kementerian Agama sebagai tema diskursus dan mendapatkan atensi serius, dalam berbagai forum diskusi, dialog dan pertemuan penting, dan tentu dengan ragam argumentasi yang berkualitas tinggi. Tujuan utamanya adalah demi terjaganya NKRI, serta agar tetap dapat bersandingnya dengan baik (rukun), kehidupan antar pemeluk agama yang ada di Indonesia. Hal ini juga sekaligus menegaskan, bahwa pilihan Indonesia sebagai negara ( _satete_ ) dalam hubungannya dengan Agama adalah lebih cendrung pada hubungan _intersectional_, bukan _integrated_ dan bukan juga _scularistic_ (Abdillah.2002).

Agama sebagai inspirasi dan sumber nilai-nilai universal, dalam kontek kehidupan berbangsa, dapat dijadikan sebagai sebuah “resonansi” yang menghadirkan getaran dan semangat yang “produktif-konstruktif” dalam membanguan bangsa Indonensia, untuk menjadi bangsa yang maju dan berperadaban unggul. Kualitas dan keunikan Indonesia sebagai bangsa besar, justru tidaklah ditentukan karena keragaman, kesamaan atau homoginitasnya. Namun, karena Indonesia sebagai negara dan bangsa yang memiliki keberagaman dan kemajemukan yang luar biasa. Orkestra kemajemukan inilah, yang kemudian menjadikan Indonesia menghadirkan resonansi, dalam getaran semangat saling menghormati, untuk kemudian menjadi bangsa yang mampu saling menjaga dan saling menghargai, di tengah-tengah perbedaan yang ada.

Dalam perspektif lain, fungsi agama sebagai _rahmatan lil’alamin_, menjadikan agama sebagai sesuatu yang “esensial” dalam kosmos kehidupan makhluk di langit dan di bumi. Dimensi fungsi ini mengandung makna, bahwa agama memiliki peran yang sangat penting dan mendasar, dalam mempengaruhi prilaku dan sikap kehidupan manusia. Keniscayaan ini pulalah yang sekaligus menegaskan, bahwa pada setiap agama, termasuk juga setiap agama yang berkembang di Indonesia, terkandung di dalamnya pesan dan nilai-nilai yang berlaku universal tentang kebaikan dan kemaslahatan bagi alam beserta segala isinya, tidak terkecualikan bagi bangsa dan negara Indonesia.

Sebagai makhluk Tuhan yang beragama, yang hidup dan tinggal bersama di rumah besar Indonesia, maka penting juga untuk selalu dihadirkannya cara beragama yang “rahmah”, yang setiap saat menjadi “mozaik”, beresonansi secara baik dalam mendorong semangat persatuan dan kesatuan bangsa.   Beragama yang diterejemahkan dalam tafsir dan spektrum inklusif dalam konteks Indonesia, adalah sikap penting yang harus terus ditunjukan oleh semua. Karena hal demikian, memiliki relevansi dengan latar dan _setting_ keberagaman dan kemajemukan yang ada. Dengan spektrum ini pula, setiap orang yang beragama akan terhindar dari perangkap primordialisme beragama, yang cendrung memfungsikan agama hanya secara incidental bukan substansial. Pemahaman keagamaan yang berorientasi pada cara beragama yang “substantive” pada konteks Indonesia sebagai sebuah bangsa, diharapkan menjadi energi selain sebagai pola, serta menjadi jembatan penghubung yang kokoh, untuk menyatukan Indonesia sebagai sebuah bangsa.

Sebagai negara yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa, yang sekaligus merupakan penegasan secara defakto dan dejure, bahwa Indonesia bukanlah negara ateis, dan hal ini adalah kesepakatan (konsesus) final. Sebagai konsekwensi moral etik dan konstitusional atas fakta dan penegasan itu, maka sejatinya cara beragama yang menjadi praktik baik bersama, harus mencerminkan nilai-nilai Ketuhanan, yang mengajak dan memabawa kepada norma dan perilaku kebaikan antar sesama anak bangsa, dengan menghadirkan nilai-nilai universal agama dalam setiap tindak dan sikap kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Wajah agama, tidak boleh sedikitpun tercoreng hanya karena cara pandang dan paradigma yang keliru, dalam memposisikan peran agama dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Pendekatan memahami agama, tidak selalu dengan menggunakan pendekatan “retoris”, namun bagaimana memposisikan Agama, yang juga memiliki fungsi relevan, dalam konteks membangun hubungan dan relasi sosio kultural, dan bahkan dalam mengimbangi lajunya perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan  dan tekhnologi, juga menjadi keharusan.

Fase panjang perjalanan 77 Tahun kementerian Agama sejak 3 Januari 1946, secara kelembagaan memikul tanggung jawab moral etik yang sangat berat di satu sisi, namun juga luhur dan mulia di sisi lain. Kemajemukan Indonesia sebagai sebuah bangsa eksistensi multi Agama di Indonesia, adalah amanah yang tidak ringan. Sikap dan kebijakan yang menghadirkan kebaikan, kerukunan, saling menghormati dan menghargai antar umat beragama, bukanlah perkara yang sederhana.

Secara ideal, kemajemukan yang kita cita-citakan adalah kemajemukan dan keberagaman yang akan selalu menjadi mozaik, pelangi, harmoni dan resonansi indah bagi semua. Namun pada realitasnya, kita juga sering diuji oleh berbagai persoalan yang terjadi atas nama Agama. Sebagai bangsa yang besar, kita berkomitmen untuk selalu kuat dan tangguh serta bisa keluar secara baik dari ragam persoalan itu, dan Indonesia sebagai bangsa telah membuktikannya. Kita juga berkepentingan agar semua anak bangsa di negeri ini, menjadi umat beragama yang baik, sekaligus sebagai anak bangsa yang memiliki komitmen yang kuat, dalam menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa.

Institusi Kementerian Agama, sebagai sebuah institusi pemerintah (negara), menjadi sangat penting kedudukannya, untuk didorong dan dikuatkan fungsi-fungsi layanan dan pembinaan keumatannya, untuk menjadi lebih konstruktif kualitatif. Sehingga, secara kelembagaan fungsi kementerian Agama semakin meneguhkan eksistensinya, sebagai lembaga yang strategis, dalam memperkuat komitment pilar persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Metodenya, adalah dengan menjadikan nilai-nilai universal Agama sebagai inspirasi dan spirit membangun peradaban dan masa depan bangsa, mewujudkan umat yang rukun untuk Indonesia hebat.


 Wallahu’alam bissawab.

0 Komentar

Type and hit Enter to search

Close